SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SALALLAHU 'ALAIHI WA SALAM
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ditinjau dari segi
bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab “da’wah”.
Da’wah mempunyai tiga huruf asal,
yaitu dal, ‘ain, dan wawu. Dari ketiga huruf asal ini,
terbentuk beberapa kata dengan ragam makna. Makna-makna tersebut adalah
memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh,
datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi, dan
meratapi (Ahmad Warson Munawwir, 1997:406). Dalam Al-Qur’an, kata da’wah dan berbagai bentuk katanya
ditemukan sebanyak 198 kali menurut hitungan Muhammad Sulthon (2003:4), 299
kali versi Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi’ (dalam A. Ilyas Ismail, 2006: 144-145),
atau 212 kali menurut Asep Muhiddin (2002:40).
Sementara
menurut Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag (2009:19), berdasarkan rumusan dari
pendapat para ahli, secara istilah dakwah adalah kegiatan peningkatan iman
menurut syariat Islam. Selain itu,
Da’wah juga dapat diartikan sebagai proses peningkatan iman dalam diri manusia
sesuai syariat Islam.
Jika
diruntut dari sejarahnya, pada dasarnya dakwah sudah dimulai bahkan sejak zaman
Nabi Adam a.s. Namun secara garis besar, sejarah dakwah Islam dimulai sejak
kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu di zaman Rasulullah Muhammad SAW.
Selama masa hidupnya, Rasulullah menggunakan beberapa fase dan metode dalam
menegakkan dakwah Islam. Fase-fase dan metode-metode yang digunakan disesuaikan
dengan situasi dan kondisi saat itu.
Mempelajari
sejarah dakwah Rasulullah bukan hanya penting untuk lebih mengenal pribadi
beliau, tetapi juga dapat dijadikan referensi bagi para da’i di zaman ini untuk
mempelajari metode apa saja yang tepat untuk digunakan dalam berbagai situasi
dan kondisi. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang beberapa
fase dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW.
- Rumusan
Masalah
·
Bagaimanakah Dakwah Rasulullah di
Periode Mekkah?
·
Bagaimanakah Dakwah Rasulullah di
Periode Madinah?
·
Bagaimanakah Dakwah Rasulullah kepada
Para Raja?
B.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejarah dakwah
Rasulullah selama periode Mekkah hingga Madinah serta cara beliau berdakwah
kepada para raja di zamannya.
C. Manfaat
Penelitian
Dapat mengetahui sejarah tentang metode dakwah
Rasulullah pada zamannya untuk dijadikan pedoman dalam berdakwah di masa kini
dan masa yang akan datang.
BAB
III
PEMBAHASAN
- Dakwah
Rasulullah di Periode Mekkah
- Masyarakat
Arab Jahiliyah Periode Mekah
Objek
dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau
masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya
masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid, yang
telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Adam A.S. Mereka
umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala
yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah
SWT). Di antara berhala-berhala yang termahsyur bernama: Ma’abi, Hubai, Khuza’ah,
Lata, Uzza dan Manar. Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab Jahiliyah
yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in.
- Pengangkatan
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
Pengangkatan
Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13
tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira,
waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur,
beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah.
Muhamad
diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya
Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Qur’an
Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam
sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an.
Menurut
sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula
Surah Al-Mudassir: 1-7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad
berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah
itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun
(610-622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu
berupa Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang
diturunkan pada periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.
- Ajaran
Islam Periode Mekah
Ajaran
Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya
adalah sebagai berikut:
a.
Keesaan Allah SWT
b.
Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c.
Kesucian jiwa
d.
Persaudaraan dan Persatuan
STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW
PERIODE MEKAH
Tujuan
dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab
meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hokum, sehingga
menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran
Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:
Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:
1.
Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Pada
masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk
Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan
kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan
dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri
Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara
sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak
angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW)
dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Abu
Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang
kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
·
Abdul Amar dari Bani Zuhrah
·
Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
·
Utsman bin Affan
·
Zubair bin Awam
·
Sa’ad bin Abu Waqqas
·
Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang
yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah
disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi
awal).
2.
Dakwah Secara Terang-terangan
Dakwah
secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni
setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu
dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah
26: 214-216.
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:
Tahap-tahap dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:
- Mengundang kaum kerabat keturunan
dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak agar masuk
Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3 orang kerabat
dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya.
Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid bin
Haritsah.
- Rasulullah SAW mengumpulkan para
penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar
Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada
periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk
Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman
Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada
tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).
Rasulullah
SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah.
Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara
lain:
- Abu
Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.
- Tufail
bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.
- Dakwah
Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah). Gelombang pertama
tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang.
Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga
tahun berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin
Amr, pimpinan kaum Salamah.
Pertemuan
umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi
pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul
Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan
melindungi dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada
Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
- Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap
Dakwah Rasulullah SAW
Prof.
Dr. A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan
sebab-sebab kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:
- Kaum kafir Quraisy, terutama para
bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak dan kedudukan
antara semua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta
dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan
ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
- Kaum kafir Quraisy menolak dengan
keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam
kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan
azab neraka.
- Kaum kafir Quraisy menilak ajaran
Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidupa
bermasyarakat warisan leluhur mereka.
- Dan, kaum kafir Quraisy menentang
keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena Islam
melarang menyembah berhala.
Usaha-usaha
kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW
bermacam-macam antara lain:
- Para
budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais
an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para
pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan.
- Kaum
kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara
mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam
dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu
kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.
Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M.
Suatu
saat keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di
Mekah sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu
Umar bin Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih
kejam lagi.
Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Pada
tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan
pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah
wafat. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul
huzni (tahun duka cita).[1]
- Dakwah
Rasulullah di Periode Madinah
Pada
abad ke-5 sejarah dakwah Rasulullah SAW. Di Mekah, bangsa Quraisy dengan segala
upaya berusaha melumpuhkan gerakan Muhammad SAW. Hal ini dibuktikan dengan
pemboikotan terhadap Bani Hasyiim dan Bani Muthalib (keluarga besar Muhammad
SAW.). beberapa pemboikotan tersebut antara lain :
a.
Memutuskan hubungan perkawinan.
b.
Memutuskan hubungan jual beli.
c.
Memutuskan hubungan ziarah-menziarahi.
d.
Tidak ada tolong menolong.
Pemboikotan
itu tertulis di atas selembar sahitah atau plakat yang digantungkan di Kakbah
dan tidak akan dicabut sebelum Muhammad SAW. Menghentikan gerakannya. Selama
tiga tahun lamanya Bani Hasyim dan Bani Muthalib menderita kemiskinan akibat
pemboikotan itu. Banyak pengikut Rasulullah yang menyingkir ke luar kota Mekah
untuk mempertahankan hidup untuk menyelamatkan diriUjian bagi Rasulullah SAW.
Juga bertambah berat dengan wafatnyadua orang yang sangat dicintainya, yaitu
pamannya, Abu Thalib dalam usia 87 tahun dan istrinya, yaitu Khadijah.
Peristiwa tersebut yang terjadi pada tahun ke-10 dari masa kenabian (620 M)
dalam sejarah disebut Amul Huzni (tahun kesedihan atau tahun duka cita).
Dengan
meninggalnya dua tokoh tersebut orang Quraisy makin berani dan leluasa
mengganggu dan menghalangi Rasulullah SAW. Mereka berani melempar kotoran ke
punggung Nabi, bahkan Beliau hampir meninggal karena ada orang yang hendak
mencekiknya. Nabi Muhammad SAW. Merasakan bahwa dakwah di Mekah tidak lagi
sesuai sebagai pusat dakwah Islam. Oleh karena itu, Beliau bersama Zaid bin
Haritsah pergi hijrah ke Thaif untuk berdakwah. Ajaran Rasulullah itu ditolak
dengan kasar. Bahkan mereka pun mengusir, menyoraki dan mengejar Rasulullah
sambil di lempari dengan batu. Saat itu Rasulullah SAW. Sempat berlindung di
bawah kebun anggur di kebun Utba dan Syaiba (anak Rabia). Meski demikian
terluka, Rasulullah SAW. tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas. Kesulitan
dan hambatan yang terus-menerus menimpa Muhammad SAW. Dan pengikutnya dihadapi
dengan sabar dan tawakal.
Saat
mengahadapi ujian yang berat dan tingkat perjuangan sudah berada pada
puncaknya, Rasulullah SAW. di perintahkan oleh Allah SWT untuk menjalani Isra
dan Mi’raj dari Mekah menuju ke Baitul Maqdis di Palestina, dan selanjutnya
naik ke langit hingga ke Sidratul Muntaha (QS Al-Isra/17:1). Kejadian Isra dan
Mi’raj terjadi pada malam 17 rajab tahun ke-11 dari kenabiannya (sekitar 621 M)
di tempuh dalam waktu satu malam.
Hikmah
Allah SWT dari peristiwa isra dan mi’raj antar lain sebagai berikut:
1.
Karunia dan keistimewaan tersendiri bagi Nabi Muhammad SAW. Yang tidak pernah
diberikan Allah SWT kepada manusia dan nabi-nabi sebelumnya.
2.
Memberikan penambahan kekuatan iman keyakinan Beliau sebagai rasul untuk terus
menyerukan agama Allah SWT kepada seluruh umat manusia.
3.
Menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri sejauh mana mereka beriman dan percaya
kepada kejadian yang menakjubkan itu yang hanya ditempuh dalam waktu semalam.
Peristiwa ini dijadikan olok-olok oleh kaum Quraisy dan menuduh Nabi Muhammad
SAW. Sudah gila. Meski demikian, ada orang yang beriman atau percaya terhadap
kejadian ini, yaitu Abu Bakar sehingga nama Beliau ditambahkan dengan gelar As
Shidiq.
1.
Hijrah Nabi Muhammad SAW Ke Yastrib (Madinah)
Faktor
yang menorong hijrahnya Nabi SAW:
1.
Ada tanda-tanda baik pada perkembangan Islam di Yatsrib, karena:
- pada tahun 621 M telah datang 13
orang penduduk Yatsrib menemui Nabi Muhammad SAW di bukit Akabah.
- pada tahun berikutnya, 622 M datang
lagi sebanyak 73 orang Yatsrib ke Mekkah yang terdiri dari suku Aus dan
Khazraj. Saat itu mereka tampaknya datang untuk melakukan haji, tetapi
sesungguhnya kedatangan mereka adalah untuk menjumpai rasulullah SAW dan
mengundang mereka agar pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela dan
mempertahankan serta melindungi Rasulullah besert para pengikut dan
keluarganya seperti melindungi keluarga mereka sendiri. Perjanjian ini
disebut Perjanjian Aqabah II. Akhirnya, Rasululah SAW menyuruhlah
sahabat-sahabat Nabi pindah bersama.
2.
Rencana pembunuhan Nabi saw oleh kaum Quraisy yang hasil kesepakatannya
diputuskan oleh pemuka-pemuka Quraisy di Darun Nadwah. Mereka menyatakan bahwa
:
- Mereka sangat khawatir jika
Muhammad dan pengikutnya telah berkuasa di Yatsrib. Pasti Muhammad akan
menyerang kafilah-kafilah dagang Quraisy yang pulang pergi ke Syam. Hal
itu akan mengakibatkan kerugian bagi perniagaan mereka.
- Membunuh Nabi saw sebelum beliau
ikut pindah ke Yatsrib. Dengan cara setiap suku Quraisy mengirimkan seorang
pemuda tangguh sehingga apabila Rasulullah SAW terbunuh, keluarganya tidak
akan mampu membela diri di hadapan seluruh suku Quraisy, kemudian
mengepung rumah Nabi SAW dan akan membunuhnya di saat fajar, yakni ketika
Rasulullah SAW akan melaksanakan sholat Subuh.
Rencana-rencana
tersebut diketaui oleh Nabi saw dan para pemuda Qurasy terkacoh. Karena yang
tidur adalah Ali bin Abi Thalib bukan Rsulullah SAW. Rasulullah SAW sudah
berangkat lebih awal dan sudah mengetahu kejahatan itu sebelum para pemuda
Quraisy datang. Mereka mengejar dan menjelajahi seluruh kota untuk mencari Nabi
saw tetapi hasilnya nihil. Kemudian Nabi bersama pengikutnya melanjutkan
perjalanannya menelusuri pantai laut mera
2.
Akhir Periode Dakwah Rasulullah Di Kota Mekah
Dengan
berpindahnya Nabi saw dari Mekkah maka berakhirlah periode pertama perjalanan
dakwah beliau di kota Mekkah. Lebih kurang 13 tahun lamanya, Beliau Beliau
berjuang antara hidup dan mati menyerukan agama Islam di tengah masyarakat
Mekkah dengan jihad kesabaran, harta benda, jiwa dan raga.
Sebelum
memasuki Yatsrib, Nabi saw singgah di Quba selama 4 hari beristirahat, Nabi
mendirikan sebuah masjid quba dan masjid pertama dalam sejarah Islam. Tepat
pada hari Jumat 12 Rabiul awal tahun 1 Hijrah bertepatan pada 24 September 6 M.
Merekamendapat sambutan penuh haru, hormat, dan kerinduan diiringi puji-pujian
dari seluruh masyarakat Madinah. Nabi saw mengadakan shalat Jumat yang pertama
kali dalam sejarah Islam dan Beliaupun berkhotbah di hadapan muslimin Muhajirin
dan Anshar.
Sejak
Saat itu, Kota Yastrib berubah namanya menjadi Madinah Nabi (Madinah Rasul)
selanjutnya kota itu disebut Madinah. Orang-orang yang pindah atau hijrah
mendapat sebutan kaum Muhajirin artinya pendatang. Adapun penduduk asli disebut
Anshar artinya pembela. Adapun penduduk kota Madinah itu sendiri terdiri dari
dua golongan yang berbeda, yaitu :
- Golongan Arab yang berasal dari
selatan yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj
- Golongan yahudi, yaitu orang-orang
Israel yang berasal dari utara (Palestina). Kebiasaan orang-orang Yahudi
ini selalu membangga-banggakan diri pada penduduk asli dan sering mengadu
domba antara suku Aus dan Khazraj sekadar mengambil keuntungan dari hasil
penjualan senjatanya.
Peristiwa
hijrah ini amat penting artinya bagi Islam dan kaum muslim karena hijrahnya
Nabi SAW dari Mekah ke Madinah dijadikan sebagai awal permulaan tahun Hijriyah.
Dengan hijrahnya kaum muslim, terbukalah kesempatan bagi Nabi SAW untuk
mengatur strategi membentuk masyarakat muslim yang bebas dari ancaman dan tekanan.
Beberapa strategi dalam hal tersebut adalah mengadakan perjanjian saling
membantu antara kaum muslim dengan kaum nonmuslim dan membangun kerja sama,
baik dibidang poitik, ekonomi, sosial, serta dasar-dasar daulah Islamiyah.
Dakwah Rasulullah periode Madinah dapat mewujudkan masyarakat muslim di Madinah
yang adil dan makmur sehingga menjadi prototipe masyarakat ideal atau yang
sering disebut masyarakat madani. Beliau juga turut berjuang dalam memelihara
dan mempertahankan masyarakat yang dibinyanya itu dari segala macam tantangan,
baik yang berasal dari dalam maupun dari luar.
3.
Substansi dan strategi dakwah Raslullah SAW. Periode Madinah
Adapun
substansi dan strategi dakah Rasulullah saw antara lain:
1.
Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajjirin
dengan kaum Anshar. Kaum Muhajirin yang jauh dari sanak keluarga dan kampung
halaman mereka dipersaudarakan dengan kaum Anshar secara ikhlas dan hanya
mengharap keridaan Allah SWT. Sebagai contoh, Abu Bakar dipersaudarakan dengan
Harisah bin Zaid, Jafar bin Abi Thalib dipersaudarakan dengan Mu’az bin Jabal,
dan Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan Itbah bin Malik. Begitu seterusnya
sehingga setiap orang dari Kaum Anshar dipersaudarakan dengan kaum Muhajirin.
2.
Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam Dalam upaya menciptakan suasana
tentram dan aman agar masyarakat muslim yang dibina itu dapat terpelihara dan
bertahan, Rasulullah SAW membuat perjanjian persahabatan perdamaian dengan kaum
Yahudi yang berdiam di kota Madinah dan sekitarnya. Tindakan ini belum pernah
dilakukan oleh nabi dan rasul sebelumnya. Isi perjanjiannya sebagai berikut :
a.
Kebebasan beragama bagi semua golongan dan masing-masing golongan mempunyai
wewenang penuh terhadap anggits golongannya.
b.
Semua lapisan, baik muslim maupun Yahudi harus tolong menolong dan saling
mebantu untuk melawan siapa saja yang memerangi mereka. Semua wajib
mempertahankan kota bila ada serangan dari luar
c.
Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat
dengan perjanjian itu. Apabila terjadi perselisihan antara muslim dan Yahudi,
maka urusan itu diserahkan kepada Allah SWT dan rasul(Al Qur’an dan sunah).
d.
Mengakui dan mentaati kesatuan pimpinan untuk kota Madinah yang disetujui
dipegang oleh Nabi Muhammad SAW.
3.
Meletakkan dasar-dasar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam.
Melalui wahyu yang turun di kota Madinah dimana sebagian besar berkaitan dengan
pembinaan hukum Islam, Nabi Muhammad SAW dapat menetapkan dasar-dasar yang kuat
bagi masyarakat muslim dalam berbagai aspek kehidupan, baik di lapangan
politik,ekonomi, sosial, dan lain-lain.
Dengan
diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam
dapat mewujudkan nagari “ Baldatun Thiyibatun Warabbun Ghafur “ dan Madinah
disebut “ Madinatul Munawwarah ”.
4.
Hikmah Sejarah Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah
Hikmah
sejarah dakwah Rasulullah SAW antara lain :
1.
Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum
Anshardapat memberikan rasa aman dan tentram.
2.
Persatuan dan saling menghormati antar agama
3.
Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan
miskin
4.
Memahami bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah swt
5.
memahami dan menyadaribahwa kita wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt
dan antara manusia dengan manusia
6.
Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia
maupun di akhirat.
7.
Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam menyiarkan agama Islam
8.
Terciptanya hubungan yang kondusif
5.
Sikap dan Perilaku
Sikap
dan perilaku yang mencerminkan dakwah Rasulullah SAW antara lain :
1.
mengimani dengan sebenar-benarnya bahwa Muhammad saw adalah rasul dan nabi
penutup para nabi
2.
Mencintai Rasullulah saw
3.
mensosialisasikan sunnah Nabi saw
4.
Gemar dan senang membaca buku sejarah nabi-nabi
5.
Memelihara silaturahmi dengan sesama manusia
6.
Berkunjung ke tanah suci Mekkah atau Madinah untuk melihat/ menapak tilas
perjuangan Nabi Muhammad saw
7.
Mempelajari dan memahami Al Quran dan hadis-hadisnya
8.
Senantiasa berjihad dijalan Allah
9.
Aktif/ikut serta dalam acara kepanitiaan untuk memperingati hari-hari besar
Islam
10.
Merawat dan melestarikan tempat ibadah (masjid)
11.
Menekuni dan mempelajari warisan Nabi saw[2]
C. Dakwah Rasulullah
kepada Para Raja
History
(Voa-Islam) – Pada masa awal setelah diangkat sebagai
utusan Allah (Rasulullah) Nabi Muhammad Saw membangun komunikasi dengan para
pemimpin suku dan pemimpin negara lain. Beliau mengirim utusan yang membawa
surat ajakan masuk Islam. Korespondensi melalui surat itu tujukan kepada
Heraclius (kaisar Romawi), Raja Negus (penguasa Ethiopia), dan Khusrau
(penguasa Persia).
Sejarah
mencatat, waktu itu Heraclius (Raja Romawi) dan Kisra (Raja Persia) merupakan
dua kerajaan yang terkuat pada zamannya, dan merupakan dua orang yang telah
menentukan jalannya politik dunia serta nasib seluruh penduduknya. Perang
antara dua kerajaan ini berkecamuk dengan kemenangan yang selalu silih
berganti.
Pada
mulanya Persia adalah pihak yang menang. Ia menguasai Palestina dan Mesir,
menaklukkan Baitul Maqdis (Yerusalem) dan berhasil membawa Salib Besar (The
True Cross). Kemudian giliran Persia mengalami kekalahan lagi. Panji-panji
Bizantium kembali berkibar lagi di Mesir, Suriah serta Palestina, dan Heraklius
berhasil mengembalikan salib itu.
Kalau
saja orang ingat akan kedudukan kedua kerajaan itu, mereka akan dapat
mengira-ngira betapa besarnya dua nama ini, yang mendengarnya saja hati orang
sudah gentar. Tiada satu kerajaan pun yang pernah berpikir hendak melawan
mereka. Yang terlintas dalam pikiran orang ialah hendak membina persahabatan
dengan keduanya. Jika kerajaan-kerajaan dunia yang terkenal pada waktu itu saja
sudah demikian keadaannya, apalagi negeri-negeri Arab.
Yaman
dan Irak waktu itu di bawah pengaruh Persia, sedang Mesir sampai ke Syam di
bawah pengaruh Heraclius. Pada waktu itu Hijaz dan seluruh semenanjung jazirah
terkurung dalam lingkaran pengaruh kedua imperium ini. Kehidupan orang Arab
pada masa itu hanya tergantung pada soal perdagangan dengan Yaman dan
Syam. Dalam hal ini perlu sekali mereka mengambil hati Kisra dan Heraclius agar
kedua kerajaan ini tidak merusak perdagangan mereka.
Disamping
itu kehidupan orang-orang Arab tidak lebih daripada kabilah-kabilah, yang dalam
bermusuhan, kadang keras, kadang lunak. Tak ada ikatan di antara mereka yang
merupakan suatu kesatuan politik, yang dapat mereka gunakan untuk menghadapi
pengaruh kedua kerajaan raksasa tersebut.
Oleh
sebab itu, Rasulullah mengirimkan utusan-utusannya kepada kedua penguasa besar
itu—juga kepada Ghassan, Yaman, Mesir dan Abisinia. Beliau mengajak mereka
untuk memeluk Islam, tanpa merasa khawatir akan segala akibat yang mungkin
timbul. Dampak yang mungkin dapat membawa seluruh negeri Arab tunduk di bawah
cengkeraman Persia dan Bizantium.
Akan
tetapi kenyataannya, Rasulullah tidak ragu-ragu mengajak para raja itu menganut
agama yang benar. Beliau mengirim utusan kepada Heraclius, Kisra, Muqauqis,
Harits Al-Ghassani (Raja Hira), Harits Al-Himyari (Raja Yaman) dan kepada
Najasi, penguasa Abesinia (Ethiopia). Beliau hendak mengajak mereka masuk
Islam.
Para
sahabat menyatakan mereka kesanggupan mereka melakukan tugas besar ini.
Rasulullah kemudian membuat sebentuk cincin dari perak bertuliskan:
"Muhammad Rasulullah".
Adapun
surat buat Heraclius itu dibawa oleh Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, dan
surat kepada Kisra dibawa oleh Abdullah bin Hudzafah. Sementara surat
kepada Najasyi dibawa oleh Amr bin Umayyah, dan surat kepada Muqauqis
oleh Hatib bin Abi Balta'ah.
Sementara
itu, surat kepada penguasa Oman dibawa oleh Amr bin Ash, surat kepada penguasa
Yaman oleh Salit bin Amr, dan surat kepada Raja Bahrain oleh Al-'Ala bin
Al-Hadzrami. Sedangkan surat kepada Harith Al-Ghassani, Raja Syam, dibawa oleh
Syuja' bin Wahab. Dan surat kepada Harits Al-Himyari, Raja Yaman, dibawa oleh
Muhajir bin Umayyah.
Masing-masing
mereka kemudian berangkat menuju tempat yang telah ditugaskan oleh Nabi. Para
penulis sejarah berbeda pendapat tentang waktu keberangkatan mereka. Sebagian
besar menyatakan para utusan berangkat dalam waktu yang berbarengan, sementara
sebagian lagi berpendapat mereka berangkat dalam waktu yang berlainan.
Surat
Untuk Heraclius
Berikut
Surat Rasulullah kepada Heraclius (Raja Romawi) -- yang dibawa oleh
Dihyah al-Kalbi – teksnya berbunyi:
"Dengan
nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya
kepada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk
yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan menuruti ajaran Islam. Terimalah
ajaran Islam, tuan akan selamat. Tuhan akan memberi pahala dua kali kepada
tuan. Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin—Heraklius
bertanggungjawab atas dosa rakyatnya karena dia merintangi mereka dari
agama—menjadi tanggungiawab tuan.
Wahai
orang-orang Ahli Kitab. Marilah sama-sama kita berpegang pada kata yang sama
antara kami dan kamu, yakni bahwa tak ada yang kita sembah selain Allah dan
kita tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, bahwa yang satu takkan
mengambil yang lain menjadi tuhan selain Allah. Tetapi kalau mereka mengelak
juga, katakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami ini orang-orang
Islam."
Ketika
Rasulullah Saw mengirim surat kepada Kaisar Heraclius dan menyerukan kepada
Islam. Pada waktu itu Kaisar sedang merayakan kemenangannya atas Negeri Persia.
Begitu menerima surat dari Rasulullah Saw, Sang Kaisar pun berkeinginan untuk
melakukan penelitian guna memeriksa kebenaran kenabian Muhammad Saw. Lalu
Kaisar memerintahkan untuk mendatangkan seseorang dari Bangsa Arab ke
hadapannya. Abu Sufyan ra, waktu itu masih kafir, dan rombongannya segera
dihadirkan di hadapan Kaisar.
Abu
Sufyan pun diminta berdiri paling depan sebagai juru bicara karena memiliki
nasab yang paling dekat dengan Rasulullah Saw. Rombongan yang lain berdiri di
belakangnya sebagai saksi. Itulah strategi Kaisar untuk mendapatkan keterangan
yang valid.
Maka
berlangsunglah dialog yang panjang antara Kaisar dengan Abu Sufyan ra. Kaisar
Heraclius adalah seorang yang cerdas dengan pengetahuan yang luas. Beliau
bertanya dengan taktis dan mengarahkannya kepada ciri seorang nabi. Abu Sufyan
ra juga seorang yang cerdas dan bisa membaca arah pertanyaan Sang Kaisar. Namun
beliau dipaksa berkata benar walaupun berusaha memberi sedikit bias.
Di
akhir dialog Sang Kaisar mengutarakan pendapatnya. Inilah ciri-ciri seorang
nabi menurut pandangannya dan sebagaimana telah dia baca di dalam Injil.
Ternyata semua ciri yang tersebut ada pada diri Rasulullah Saw.
Kaisar
Heraclius telah mengetahui tentang Rasulullah Saw dan membenarkan kenabian
beliau dengan pengetahuan yang lengkap. Akan tetapi ia dikalahkan rasa cintanya
atas tahta kerajaan, sehingga ia tidak menyatakan keislamannya. Ia mengetahui
dosa dirinya dan dosa dari rakyatnya sebagaimana telah dijelaskan oleh
Rasulullah Saw.
Dengan
kecerdasan dan keluasan ilmunya Kaisar bisa mengetahui kebenaran kenabian
Rasulullah Saw. Bahkan Kaisar menyatakan : “Dia (maksudnya Rasulullah
Saw) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini.” Saat
itu Kaisar sedang dalam perjalanan menuju Baitul Maqdis.
Abu
Sufyan ra menceritakan dialog ini setelah masuk Islam dengan keislaman yang
sangat baik, sehingga hadits ini diterima. Kaisar lalu memuliakan Dihyah bin
Khalifah Al-Kalby dengan menghadiahkan sejumlah harta dan pakaian. Kaisar pun
memuliakan surat dari Rasulullah Saw, namun ia lebih mencintai tahtanya. Akibatnya,
di dunia, Allah Swt memanjangkan kekuasaannya. Namun dia harus
mempertanggungjawabkan kekafirannya di akhirat kelak.
Surat
Untuk Muqouqis (Penguasa Mesir)
Kemudian
Rasululullah Saw juga mengirim surat kepada Gubernur Mesir Muqauqis. Berikut
Surat untuk Muqouqis, Gubernur Mesir:
“Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah
dan utusanNya kepada Muqauqis raja Qibthi. Keselamatan bagi orang yang
mengiktui petunjuk. Amma ba’du: Aku mengajakmu dengan ajakan Islam. Masuklah
Islam maka engkau akan selamat. Masuklah Islam maka engkau akan diberikan Alah
pahala dua kali. Jika kau menolak maka atasmu dosa penduduk Qibthi.
“Katakanlah:
“Hai Ahli Kitab marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak
ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah
dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian
kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka
berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang
orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS ali Imran 3:64). (Al-Mawahib al
Laduniyah).”
Surat
untuk Raja Habasyah Najasyi (Ethiopia)
Selanjutnya,
Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada Raja Habasyah, Najasi. Berikut Surat
Nabi kepada Raja Habsyah Najasyi.
“Dengan
Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah
dan utusa Allah kepada Najasyi raja Habasyah, keselamatan bagi yang mengikuti
petunjuk.
Amma
ba’du: Aku memuji Allah padamun yang tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha
Menguasai, Maha Suci, Maha Penyelamat, Maha Pemberi Aman dan Maha Pembeda. Aku
bersaksi bahwa Isa anak Maryam ruh Allah, dan firmanNya yang diberikan kepada
Maryam yang suci lagi perawan, lalu ia hamil dari ruh dan tiupannya,
sebagaimana Ia menciptakan Adam dengan tanganNya.
Aku
mengajakmu kepada Allah yang Esa, yang tidak ada sekutu bagiNya, mematuhi
dengan ketaatan kepadaNya dan untuk mengikutiku dan mempercayai apa yang aku
bawa. Aku Rasulullah, aku mengajakmu dan para
pasukanmu kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi. Aku telah
menyampaikan pesan dan memberi nasehat, maka terimalah nasehatku. Keselamatan
bagi orang yang mengikuti petunjuk. (Thabaqut Ibnu Sa’ad).
Surat
Untuk Raja Raja Persia (Raja Khosrau II/Kisra Abrawaiz)
Lalu
Rasullah juga mengirim surat kepada Raja Persia. Berikut Surat Rasulullah
kepada Raja Persia, Kisra Abrawaiz:
“Dengan
Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah
kepada Kisra raja Persia. Keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk, yang
beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah
dan aku adalah utusan Allah kepada semua umat manusia, untuk memberi peringatan
bagi siapa yang hidup. Masuklah Islam maka kau akan selamat, dan jika kau
mengabaikannya maka atasmu dosa orang orang Majusi.”
(Sumber:
hadist Ibnu Abbas yang di-takhrij oleh Bukhari dan oleh Ahmad).
Ketika
Rasulullah Saw mengirim surat kepada Kisra Abrawaiz raja dari Negeri Persia dan
menyerunya kepada Islam. Namun ketika surat itu dibacakan kepada Kisra, ia pun
merobeknya sambil berkata, ”Budak rendahan dari rakyatku menuliskan namanya
mendahuluiku”.
Ketika
berita tersebut sampai kepada Rasulullah Saw, beliaupun mengatakan, ”Semoga
Allah mencabik-cabik kerajaannya.” Doa tersebut dikabulkan. Persia akhirnya
kalah dalam perang menghadapi Romawi dengan kekalahan yang menyakitkan.
Kemudian iapun digulingkan oleh anaknya sendiri yakni Syirawaih. Ia dibunuh dan
dirampas kekuasaannya.
Seterusnya
kerajaan itu kian tercabik-cabik dan hancur sampai akhirnya ditaklukkan oleh
pasukan Islam pada jaman Khalifah Umar bin Khaththab ra hingga tidak bisa lagi
berdiri. Selain itu Kisra masih harus mempertanggung-jawabkan kekafirannya di
akhirat kelak.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
sejarahnya, di periode Mekkah Rasulullah mengawali dakwahnya secara
sembunyi-sembunyi dan lebih mengutamakan penguatan dalam aspek aqidah untuk
membentuk umat muslim yang unggul dalam segi kualitas meskipun masih menjadi
golongan minoritas. Sementara itu, di perode Madinah Rasulullah mulai melakukan
gerakan-gerakan dakwah yang lebih bersifat masif dan tegas. Rasulullah juga tidak
segan untuk berdakwah kepada para raja di zamannya dengan cara yang sederhana
namun sangat diplomatis, yaitu dengan mengirimkan surat pada mereka.
Sejarah
dakwah Rasullulah membuktikan bahwa dakwah harus dilakukan secara bijaksana.
Yang terpenting bukan hanya isi dari dakwahnya saja, tetapi juga cara
penyampaiannya. Perlu dirumuskan strategi yang tepat dalam berdakwah sesuai
dengan situasi dan kondisi tempat dakwah dilakukan. Hal ini sesuai dengan
kandungan QS An-Nahl :125.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz,
Mohammad Ali, 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta:
Kencana.
Ismail,
A. Ilyas, 1993. Paradigma Dakwah Sayyid
Quthub Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah.
Jakarta: Penamadani.
Munawwir,
Ahmad Warson, 1997. Al-Munawwir Kamus
Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.
Muhiddin,
Asep, 2002. Dakwah dalam Perspektif
Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Sulthon, Muhammad,
2003. Desain Ilmu Dakwah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
http://brendaandreansyah16.blogspot.com/2013/11/sejarah-dakwah-rasulullah-saw-pada.html
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2011/12/25/17183/suratsurat-rasulullah-ajak- penguasa-rajaraja-kafir-masuk-islam;#sthash.PEvytsqm.dpbs
Komentar
Posting Komentar